- 03/08/2025
SEPERTI diungkapkan di media, sudah lebih seribu hektare lahan kebun sawit di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang dikembalikan petani kepada pemerintah.
Paling anyar, Kamis, 17 Juli kemarin, toke sawit Manahan Siahaan menyerahkan 500 hektare kebun sawitnya. Penyerahaan diselenggarakan pada malam hari di sebuah hotel berbintang di Pekanbaru.
Sebelumnya ada anggota DPRD yang menyerahkan 300-an hektare. Ada pula perorangan sebanyak 400-an hektare. Satgas yang ditunjuk menangani masalah ini juga telah menyita puluhan hektare sawit kelompok masyarakat.
Kita tentu merasa bangga atas kesadaran yang tinggi dari masyarakat untuk mengembalikan lahan yang sebenarnya peruntukannya bagi suaka margasatwa itu.
Padahal tak sedikit pikiran, tenaga, dan modal yang sudah mereka curahkan untuk mengelola kebun sawitnya. Bayangkan saja. Untuk membangun sehektare kebun sawit dibutuhkan dana antara Rp 17 juta hingga ke Rp 100 jutaan. Kalau untuk 500 hektare berarti dikeluarkan biaya mulai dari Rp 8,5 miliar ke atas. Itu belum lagi biaya untuk membeli lahan serta perawatan setelah tanam hingga panen.
Maka menjadi mengundang rasa heran, mengapa para toke sawit ini seperti kerbau dicucuk hidung ketika pemerintah tiba-tiba meminta agar lahan tersebut dikembalikan kepada peruntukannya.
Mungkin ada deal-deal khusus yang dijanjikan pemerintah. Misalnya akan ada relokasi ke tempat yang baru.
Bagi pemilik lahan dua hektare alasan tersebut masih masuk akal. Meskipun rasanya agak sulit untuk terwujudkan. Tapi bagaimana dengan pemilik ratusan hektare, mau ke mana dicari tanah penggantinya?
Kemungkinan lain mengapa rakyat bisa patuh, boleh jadi karena pemerintah mengancam akan menjebloskan mereka ke penjara karena merusak lingkungan hidup. Namun, rasanya tak bisa segampang itu. Sebab, seperti diketahui, saat mereka membeli lahan pohon-pohonnya nyaris telah gundul.
Maklumlah, penetapan kawasan ini menjadi taman nasional memang agak unik. Pemerintah menetapkan sebagai TNTN setelah hutan di sana diluluhlantakkan perusahaan pemegang HPH (Hak Penguasaan Hutan).
Berbeda dengan konglomerat yang memiliki jutaan hektare kebun sawit. Mereka masuk saat kondisi hutan masih perawan. Dengan mengantongi izin HPH. Uang hasil penjualan kayu ini yang kemudian dijadikan modal berkebun sawit.
Selain itu ada pula pengusaha yang mendapatkan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK). Ini sama juga mafianya dengan pemegang HPH.
Maka, tatkala mafia tanah mulai menjuali lahan-lahan yang ditinggal pemegang HPH, pepohonon hutan sudah tidak ada lagi. Tinggal semak belukar. Kondisi seperti ini yang membuat masyarakat merasa yakin jika lahan tersebut tidak masuk kawasan hutan.
Dengan begitu, seandainya pemerintah akan menuntut secara hukum, maka pemegang HPH/IPK sebelumnya juga seharusnya ikut dijadikan tersangka. Bahkan sebagai tersangka utama perusak hutan. Bukan para petani sawit.
Apalagi pada masa lalu para pemegang HPH dikenakan pembayaran Dana Reboisasi, serta Dana Jaminan Reboisasi. Pada kenyataannya, nyaris tak ada hutan yang tumbuh kembali lewat proses reboisasi. Ke mana saja uang untuk penghutanan kembali ini menguap?
Seharusnya pemerintah merasa bersyukur kepada masyarakat pemilik kebun sawit ini. Sebab, mereka mencoba memuliakan kembali hutan yang sudah diporakporandakan pengusaha kakap. Meskipun dengan menanami sawit.
Perlu diketahui bahwa di Malaysia pohon sawit dianggap sama dengan tanaman hutan. Meskipun banyak kelompok peduli lingkungan hidup yang menentangnya.
Karena itu menangani kasus ini bukan hal yang gampang. Setakat ini baru seribuan hektare yang sudah dikembalikan. Masih tersisa sekitar 60 ribu hektare lagi dari 80 ribu hektare kawasan TNTN yang akan ditangani.
Pemerintah jangan bak kata pepatah: Hangat-hangat tai ayam saja. Sebagian kebun sawit diratakan dengan tanah. Untuk meratakan seluruhnya masih kuatkah stamina pemerintah. Apalagi siapa tahu akan muncul gugatan-gugatan ke pengadilan dari pemilik lahan yang tak ingin dirugikan.
Semoga pemerintah bisa bijak menanganinya. Ibarat menarik rambut dari tepung. ***
Hutan Habis Sawit Binasa TNTN Satgas PKH Garuda HPH HTI VOXindonews Lazada Shopee